Silang Pendapat Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kejahatan Seksual
Pada artikel ini saya akan melanjutkan pembahasan terkait hukum kebiri dari artikel ilmu hukum pada post sebelumnya dikarenakan topik tersebut sedang ramai dibahas dan terdapat pertentangan akan hukuman tersebut. Agar mengetahui apa itu hukum kebiri dan bagaimana tanggapan para ahli maka jangan lupa untuk membaca artikel hingga akhir.
Kehidupan bernegara erat kaitannya dengan hukum, yang kemudian digunakan untuk melindungi tiap-tiap warga negara yang bertempat tinggal di negara tersebut dan mengatur aktivitas yang terjadi di dalam suatu negara agar terciptanya ketertiban. Dalam prakteknya hukum meliputi berbagai bidang sebagai contoh yaitu Hukum Hak Asasi Manusia. Kasus yang baru-baru ini sedang ramai dibicarakan masyarakat Indonesia adalah mengenai hukum kebiri kimia yang dinilai menentang hak asasi manusia. Berikut ini kami bahas bagaimana pendapat ahli terkait hukuman kebiri yang berhubungan dengan HAM dan eksekusi sanksi kebiri.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan untuk tersangka pemerkosaan 9 anak di Mojokerto ini dalam konteks hak asasi manusia tidak dapat dilakukan, dirinya mengatakan bahwa hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuan fisik dan hal tersebut menyalahi konvensi antipenyiksaan yang telah diratifikasi sebagai UU. Choirul melanjutkan bahwa sistem pemidanaan di Indonesia sudah mengarah pada penghapusan hukuman-hukuman fisik dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusi (Komnas HAM) menganggap bahwa terpidana kasus kekerasan seksual sejak 2015 yaitu MA(20), lebih baik untuk dihukum dengan kurungan seumur hidup dari pada diberikan hukuman kebiri kimia. Menurut Psikologi forensi Reza Indragiri Amriel, hukuman kebiri yang dijatuhkan kepada MA tidak dapat dilakukan karena bersifat retributif. Retributif memiliki artian bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukannya.
Sebelum menuju pembahasan yang lebih lanjut, kita perlu tau apa itu hukum kebiri, bagaimana dan apa efek yang ditimbulkan jika seseorang dieksekusi dengan kebiri kimia. Biasanya kebiri dilakukan dengan pemotongan alat kelamin (kebiri konvensional) namun, kebiri kimia dilakukan dengan menyuntikkan obat yang dapat menurunkan kadar hormon testosteron yang nantinya berdampak pada dorongan seksual. Obat obatan yang digunakan untuk menurunkan kadar testosteron berasal dari golongan Luteinizing hormone-releasing hormone (LH-RH) agonistis. Biasanya obat ini digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam mengontrol nafsu seks, sadisme dan kecenderungan berbahaya lainnya. Efek yang ditimbulkan dari penggunaan obat ini yaitu menurunnya dorongan seksual dan terhadap kesuburan akan berpengaruh pada produksi spermatozoa. Kebiri kimia memiliki beberapa efek samping pada kesehatan seperti osteoporosia, penyakit jantung, depresi, dan anemia. Efek samping yang ditimbulkan pada perubahan fisik yaitu bobot tubuh naik, rambut rontok, payudara membesar dan beberapa ada yang merasa dorongan seksual menjadi sesuatu yang amat menghantui.
Terdapat Pro dan Kontra dalam kasus hukuman kebiri ini seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto terhadap hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual yang menimpa anak dibawah umur ini, dirinya mengatakan bahwa kejahatan seksual yang dilakukan oleh tersangka sudah bersifat adiktif sehingga hukuman kebiri menjadi gagasan yang dilakukan untuk menimbulkan efek jera. Susanto pun menyadari bahwa hukuman kebiri sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM. Susanto kemudian menjelaskan terkait HAM dalam sudut pandang indonesia terkait hukuman kebiri dimana seseorang tidak serta-merta dalam melakukan ekspresi sesuai dengan keinginannya, namun menurut UU HAM akan dibatasi demi pengakuan dan perlindungan HAM milik orang lain. Dalam konteks ini berarti kita tidak mengenal mazhab HAM pembatasan dalam konteks Indonesia.
Jika kita membahas pasal 1 UU Perlindungan Anak, Hukuman kebiri kimia diatur sebagai pilihan pidana tambahan dan sanksi kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi. Namun Peraturan Pemerintah terkait pelaksanaan hukuman tersebut belum juga diterbitkan setelah 3 tahun norma ini ditetapkan. Ahli hukum pidana FHUI, Gandjar Laksmana menilai bahwa untuk melaksanakan sanksi kebiri tersebut terdapat keleluasaan dikarenakan Perpu yang digunakan sebagai pedoman belum juga terbit sehingga pelaksanaan tidak menjadi halangan. Vonis yang dijatuhkan PN Mojokerto terdapat pidana pokok yang harus dijalankan selama 12 tahun, Ganjar menambahkan bahwa dalam waktu 12 tahun itu akan menjadi waktu yang cukup untuk menyusun peraturan pelaksanaan.
Para pelaksana hukum masih memiliki waktu 12 tahun untuk menyusun peraturan pelaksanaan hukum kibiri ini, sehingga menurut saya waktu tersebut cukup untuk menusun peraturan pelaksanaan sehingga langkah selanjutnya yang akan diambil dapat dijalankan dengan bijaksana.
Para pelaksana hukum masih memiliki waktu 12 tahun untuk menyusun peraturan pelaksanaan hukum kibiri ini, sehingga menurut saya waktu tersebut cukup untuk menusun peraturan pelaksanaan sehingga langkah selanjutnya yang akan diambil dapat dijalankan dengan bijaksana.
Referensi
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4678266/seperti-apa-cara-kerja-dan-efek-dari-kebiri-kimia
https://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/05/17545591/Apakah.Hukuman.Kebiri.Melanggar.HAM.Ini.Penjelasan.KPAI
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/26/15092281/komnas-ham-sebut-hukuman-kebiri-kimia-langgar-ham
https://www.kompas.com/tren/read/2019/08/26/101750165/hukuman-kebiri-kimia-dari-wacana-pro-kontra-terbitnya-perppu-hingga-vonis?page=all
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d720f55f0250/belum-ada-pedoman--eksekusi-sanksi-kebiri-dinilai-ahli-lebih-luwes
Komentar
Posting Komentar